PENYELAMATAN DAN PERLINDUNGAN SATWA YANG DILINDUNGI DI PROPINSI RIAU (Dalam Upaya Penegakan Hukum)

A. Latar Belakang

Propinsi Riau merupakan salah satu Propinsi di Indonesia yang telah di anugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah baik di darat, di perairan maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan daerah Riau khususnya dalam segala bidang. Modal dasar Sumber Daya Alam tersebut harus dilindungi, di pelihara, di lestarikan dan di manfaatkan secara optimal bagi masyarakat Riau umumnya.

Riau memiliki Biodiversity yang tinggi, terutama dari Sumber Daya Alam hewani yang mempunyai manfaat sebagai salah satu unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti, diantaranya; beberapa jenis Mamalia, jenis Aves, (burung), jenis Reptil, dan jenis Primata seperti; kelompok satwa yang tersebar di Kabupaten- Kabupaten di wilayah Propinsi Riau antara lain :

- Gajah
- Harimau
- Beruang
- Buaya Muara
- Ungko
- Siamang
- Tapir
- Burung Kuau
- Ular
- Kupu-kupu

Kesemua Sumber Daya Alam Hewani diatas, terancam kepunahan dan atau perkembangannya mengalami kemunduran dari sisi kwantitatifnya. Hal yang demikian disebabkan, sebagai berikut :

1. Pembalakan liar (illegal logging) baik dilakukan secara perseorangan maupun korporasi dengan merambah hutan Produktif seperti; hutan Produksi, hutan Lindung dan hutan Konservasi, sehingga menyebabkan hilangnya fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan terhadap satwa berserta ekosistemnya di alam bebas.

2. Penambangan liar (illegal mining), yang dalam hal ini merupakan tindakan yang dapat berakibat rusaknya kawasan swaka alam dan kawasan pelestarian alam yang orientasinya berdampak kepunahan salah satu Sumber Daya Alam hewani terhadap habitatnya.

3. Perburuan illegal, dimana dapat menekan populasi satwa dilindungi yang mengarah kepada ancaman kepunahan. Disisi lain disebabkan terjadinya konflik antara satwa yang dilindungi (seperti; Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera) dengan tingkat kemiskinan penduduk di sekitar habitat satwa tersebut yang memiliki nilai ekonomis yang merupakan faktor pendorong terhadap perburuan gading Gajah, taring Harimau dan kulit Harimau.
4. Perdagangan illegal, secara komersial dapat meraup keuntungan yang sangat besar sekali sehingga; menjadikan motivasi bagi pemburu liar untuk berlomba-lomba mencari satwa yang dilindungi tersebut (seperti; Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera).

Secara Geografis, Propinsi Riau merupakan wilayah yang sangat strategis yang berada di jalur perdagangan dunia yang berada di Selat Malaka dan berdekatan dengan negara-negara tetangga seperti; Malaysia dan Singapura. Berdasarkan letak Propinsi Riau yang strategis dimaksud; menjadikan ajang bisnis satwa yang dilindungi secara illegal oleh pelaku-pelaku kejahatan dengan memanfaatkan celah kelemahan penegakan hukum di Propinsi Riau sehingga tidak terwujudnya upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi.

Mengingat Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum maka untuk terwujudnya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi perlu dilakukan penegakan hukum secara tegas dengan membentuk team terpadu yang terdiri dari instansi terkait.


B. Maksud, Tujuan dan Sasaran

Upaya penegakan hukum terhadap penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi di Propinsi Riau ini dimaksudkan; guna mencegah kepunahan Sumber Daya Alam Hewani dari ancaman hilangnya fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan terhadap satwa berserta ekosistemnya di alam bebas karena akibat pengaruh dari; pembalakan liar (illegal logging), penambangan liar (illegal mining), perburuan illegal, dan perdagangan illegal.

Tujuannya adalah; memberikan perlindungan terhadap satwa-satwa yang dilindungi (satwa langka) dari rongrongan para pelaku kejahatan yang tidak bertanggung jawab atas ancaman kepunahan satwa-satwa langka di Propinsi Riau, sehingga dapat terpelihara dan berkembang biak/lestari sebagai salah satu unsur pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat diganti, serta dalam jangka panjang mempunyai kecenderungan untuk mencapai keseimbangan populasi secara dinamis sesuai dengan kondisi habitat beserta lingkungannya.

Sasarannya adalah; dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku-pelaku yang menghambat pengembangbiakan dan atau peningkatan Sumber Daya Alam Hewani yang dilindungi serta terhindar dari gejala erosi genetik.


C. Penyelamatan dan Perlindungan Satwa yang di Lindungi di Propinsi Riau

Upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi pada prinsifnya memberikan jaminan terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan terpeliharanya proses ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan serta tipe-tipe ekosistemnya, dengan melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. Pengelolaan dalam habitat (In Situ)
a. Pembinaan padang rumput untuk makan satwa;
b. Penanaman dan pemeliharaan pohon pelindung dan sarang satwa, pohon sumber makan satwa;
c. Pembuatan fasilitas air minum, tempat berkubang dan mandi satwa;
d. Penjarangan jenis tumbuhan dan atau populasi satwa;
e. Penambahan tumbuhan atau satwa asli;
f. Pemberantasan jenis tumbuhan dan satwa pengganggu.

2. Pengelolaan di luar habitat (Ex Situ)
a. Memindahkan jenis satwa ke habitatnya yang lebih baik;
b. Mengembalikan ke habitatnya, rehabilitasi atau apabila tidak mungkin, menyerahkan atau menitipkan di Lembaga Konservasi atau apabila rusak, cacat atau tidak memungkinkan hidup lebih baik memusnahkannya.

Terhadap upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang dilindungi di Propinsi Riau tidak begitu mendapat perhatian yang serius, baik itu dalam bentuk In Situ maupun Ex Situ. Hal ini sebenarnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah atas kepeduliannya untuk melakukan upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi di Propinsi Riau. Sementara itu, peran serta masyarakat sifatnya hanya digerakan oleh Pemerintah khususnya Pemerintahan Propinsi Riau melalaui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu, Pemerintah Propinsi Riau berkewajiban mensosialisasikan kepada masyarakat tentang arti pentingnya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi dalam rangka “sadar konservasi sumber daya alam hewani”.

Sumber daya alam hewani dan ekosistemnya merupakan salah satu bagian yang terpenting dari sumber daya alam yang mempunyai fungsi dan manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti. Sehubungan dengan sifat sumber daya alam dimaksud tidak bisa diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hewani khususnya adalah menjadi kewajiban mutlak dari setiap generasi.

Tindakan yang tidak bertanggung jawab terhadap sumber daya alam hewani dapat mengancam kepunahan pada kawasan swaka margasatwa yang dilindungi di Propinsi Riau khususnya.


Keberhasilan terhadap upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang dilindungi di Propinsi Riau dapat tercapainya 3 (tiga) sasaran, antara lain :

1. Menjamin terpeliharanya sumber daya alam hewani dari ancaman kepunahan.
2. Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik.
3. Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hewani khususnya, sehingga terjamin kelestariannya.


Upaya pemanfaatan sumber daya alam hewani secara lestari merupakan salah satu aspek konservasi sumber daya alam hewani dan ekosistemnya, belum sepenuhnya di kembangkan di Propinsi Riau sesuai dengan kebutuhannya; demikian pula halnya dengan pengelolaan kawasan pelestarian alam dalam bentuk taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman margasatwa yang menyatukan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis satwa dan ekosistemnya serta pemanfaatan secara lestari.

Berdasarkan laporan hasil Investigasi Komunitas Pencinta Alam Se-Pekanbaru tahun 2006; satwa dan bagian tubuh yang sering di perdagangkan adalah sebagai berikut :

- Elang Bondol (Haliastur Indus).
- Ungko/Owa (Hylobates Agilis Ungko)
- Beruang (Helarctus Malayanus)
- Buaya Muara (Crocodylus Porosus)
- Macan Dahan (Neofelis Nebulusa)
- Rusa (Cervus Timorenses)
- Siamang (Symphalagus Syndactylus)
- Kukang/Malu-malu (Nycticebus Coucang)
- Kakak Tua Jambul Kuning (Cacatua Galerita)
- Nuri (Lolrius Lory)
- Harimau (Panthera Tigris Sumatrae)
- Gajah (Elephas Maximus Sumatranus)


Dari hasil Investigasi yang dilakukan oleh Komunitas Pencinta Alam Se-Pekanbaru pada tahun 2006 terhadap satwa yang di lindungi sebagaimana tersebut diatas, telah membuktikan bahwa; sistem perlindungan terhadap satwa yang dilindungi di Propinsi Riau tidak ada sama sekali. Hal inilah merupakan salah satu faktor ancaman kepunahan terhadap satwa yang dilindungi di Propinsi Riau, yang orientasinya kepada menjamurnya pasar illegal terhadap perdagangan bebas satwa yang di lindungi tersebut.

D. Penegakan Hukum

Dalam hal penegakan hukum terhadap Penyelamatan dan Perlindungan satwa yang di lindungi khususnya Propinsi Riau dengan mengacu dan atau berpedoman kepada :

1. Pasal 5 ayat (2) dan pasal 33 (3) UUD 1945

2. UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 No. 8, Tambahan Lembaran Negara No. 2823).

3. UU No. 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 No. 46, Tambahan Lembaran Negara No. 3299)

4. UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 No. 49, Tambahan Lembaran Negara No. 3419).

5. UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 No. 46, Tambahan Lembaran Negara No. 3478).

6. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 No. 56, Tambahan Lembaran Negara No. 3482)

7. UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Tahun 1994 No. 41, Tambahan Lembaran Negara No. 3556).


8. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran Negara No. 3699).

9. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru (Lembaran Negara Tahun 1994 No. 19, Tambahan Lembaran Negara No. 3544).

10. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 No. 132, Tambahan Lembaran Negara No. 3776).

11. Peranturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 14).


Hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mempunyai sifat khusus (lex specialis) yang berazaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang (vide pasal 2 UU RI No. 5 tahun 1990) karena hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan;

1. Proses Ekologis yang menunjang sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan manusia.
2. Keanekaragaman sumber genetik dan tipe-tipe ekosistem.
3. Cara-cara pemanfaatan sumber daya alam hayati guna menjamin kelestarian.

Apabila ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur materi yang bersangkutan dengan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya maka; yang diberlakukan lebih dahulu adalah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Oleh karena itu, hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya disebut sebagai lex specialis, sedangkan hukum lainnya seperti; hukum kehutanan, hukum agraria, hukum perikanan dan hukum lingkungan sebagai hukum umum (lex specialis derogat legi generali).

Tujuan hukum Konservasi Sumber Daya Alam Hayati berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1990 adalah; mengusahakan terwujudnya pelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (vide pasal 3).

Terhadap pelaku Tindak Pidana Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya diatur pada UU RI No. 5 Tahun 1990 pasal 40 ayat;

(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1) di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

(3) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) dan pasal 33 ayat (1) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

(4) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta pasal 33 ayat (3) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(5) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah Kejahatan dan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan ayat (4) adalah Pelanggaran.


E. Kesimpulan

1. Terhadap upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang dilindungi di Propinsi Riau tidak begitu mendapat perhatian yang serius, baik itu dalam bentuk Pengelolaan dalam habitat (In Situ) maupun Pengelolaan di luar habitat (Ex Situ). Hal ini sebenarnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah atas kepeduliannya untuk melakukan upaya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi di Propinsi Riau. Sementara itu, peran serta masyarakat sifatnya hanya digerakan oleh Pemerintah khususnya Pemerintahan Propinsi Riau melalaui kegiatan yang berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu, Pemerintah Propinsi Riau berkewajiban mensosialisasikan kepada masyarakat tentang arti pentingnya penyelamatan dan perlindungan satwa yang di lindungi dalam rangka “sadar konservasi sumber daya alam hewani”.

2. Mengingat Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum maka untuk terwujudnya upaya penyelamatan dan perlindungan terhadap satwa yang dilindungi perlu dilakukan penegakan hukum secara tegas dengan membentuk team terpadu yang terdiri dari instansi terkait, hal dimaksud orientasinya adalah; dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku-pelaku yang menghambat pengembangbiakan dan atau peningkatan Sumber Daya Alam Hewani yang dilindungi serta terhindar dari gejala erosi genetik.

0 comments:

Copyright © 2013 FANTASI